Sabtu, 15 Januari 2011

Asma Binti Abu Bakar, Figur Muslimah Sejati



Asma binti Abu Bakar adalah figur seorang wanita muslimah sejati. Ia adalah putri
dari seorang sahabat Rasulullah yang mulia Abu Bakar Ash Shiddiq.
Kelahirannya di tengah-tengah tradisi jahiliyah yang sedang marak tidak
membuatnya menjadi produk dari masyarakat tersebut.
Asma binti Abu Bakar adalah figur seorang muslimah sejati. Ia adalah putri
dari seorang sahabat Rasulullah yang mulia Abu Bakar Ash Shiddiq.
Kelahirannya di tengah-tengah tradisi jahiliyah yang sedang marak tidak
membuatnya menjadi produk dari masyarakat tersebut. Tetapi asuhan keluarga
Asma yang masih kokoh memelihara nilai-nilai fitrah, telah
menyelamatkannya dari tarikan-tarikan tradisi masa itu. Ia begitu menekuni
ajaran suci Illahi yang dibawa oleh Rasulullah saw dengan tanpa keraguan
sedikitpun di dalam hatinya. Nilai-nilai Islam inilah yang begitu
mengendap kuat dalam jiwanya, mampu membentuk kepribadian yang kuat,
pandangan hidup, sikap serta cita-cita yang lurus.
Kematangan pribadinya terlihat jelas ketka ia dengan sekuat tenaga
bersusah payah membantu perjalanan besar Rasulullah yang disertai ayahnya
dari Mekkah menuju Madinah. Dalam peristiwa yang paling monumental itu,
Asma telah memperlihatkan semangat pengorbanannya yang luar biasa. Ia
turut memantau perkembangan keamanan di sekitar kota Mekkah, jatuh bangun
melintasi padang pasir dan menaiki bukit terjal sambil membawa bekal
makanan dan informasi berharga bagi Rasulullah dan ayahnya yang ketika itu
sedang menyembunyikan diri dari kejaran kaum Quraisy di gua Tsaur. Dengan
cerdiknya ia kemas dan ikat segala persiapan hijrah serapih mungkin di
atas punggung unta. Untuk itu ia harus mengoyak ikat pinggangnya. Sejak
itulah ia terkenal dengan julukan ‘Si Dua Tali Ikat Pinggang’.
Hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah adalah satu peristiwa yang paling
menentukan bagi perjalanan Islam. Ialah yang akan menjadi cikal bakal bagi
tegaknya masyarakat Islam, yang akan menghancurkan tatanan masyarakat
musyrikin. Karena itulah misi yang agung ini harus diselamatkan. Dan dalam
usia yang masih sangat remaja, Asma binti Abu Bakar telah mampu untuk
memahami betapa pentingnya arti hijrah Rasulullah tersebut. Untuk itu ia
melakukan gerakan tutup mulut, ketika Abu Jahal secara paksa mengancamnya
agar ia mau memberitahukan dimana persembunyian Rasulullah dan ayahnya.
Saat Abu Jahal bertanya, “Dimana ayahmu ?”, ia hanya menjawab dengan
singkat, “Aku tidak tahu.” Berulang kali Abu Jahal menanyakan hal yang
sama, bahkan ia mengancam akan menyiksa Asma. Namun dengan berani dan
tabah Asma menjawab, “Tidak tahu.” Ketika kesabaran Abu Jahal telah
habis, ia tempeleng muka Asma kuat-kuat, hingga Asma merasakan pedih yang
amat sangat di telinganya. Namun pukulan dan berbagai ancaman itu bukanlah
sesuatu yang berarti bagi Asma yang dapat menggeser pendiriannya. Sampai
akhirnya Abu Jahal dan kawanannya bosan sendiri dengan ketegaran Asma dan
pergi meninggalkannya.
Itulah sosok Asma binti Abu Bakar yang telah memainkan peranan yang
menonjol di dalam panggung sejarah Islam. Ia banyak ikut terlibat dalam
berbagai peristiwa penting, dari sejak kerasulan Muhammad saw hingga
setelah beliau wafat. Ia ikut jatuh bangun dalam menjaga bangunan Islam
dari rongrongan kaum kafir dan munafiqin pada masa kekhalifahan, hingga
khalifah Islam jatuh pada bani Umayyah.
Asma telah melalui masa remajanya dengan berusaha kuat untuk menjaga
dirinya dari kotoran-kotoran tradisi jahiliyah. Sebagai istri dari seorang
mujahid agung, Zubair bin Awwam, ia telah memperlihatkan kesetiannya yang
begitu mengagumkan. Dengan setia ia mengikuti suami, bersama-sama
menyibukkan diri dengan perjuangan dan penyebaran islam. Tetapi
kesibukannya itu tidaklah membuat dirinya lupa terhadap putranya sebagai
amanah dari Allah. Ia begitu tekun memelihara dan mendidik putranya,
Abdullah bin Zubair, dengan penuh keikhlasan dan cinta kasih. Ia
menyandang tugas-tugas hidupnya dengan penuh kebanggaan, cinta dan
pengorbanan hingga akhir hayatnya.
Dalam usianya yang ke 100, dimana kedua matanya sudah tidak mampu lagi
melihat, ia masih mampu memberikan wejangan pada putranya yang akan pergi
berjuang.
“Kalau kau yakin , kau diatas kebenaran, kemudian kau saksikan penderitaan
dan kesulitan orang-orang yang menempuh jalan itu, apakah engkau akan
menjadi lemah ? Demi Allah ini bukanlah sikap orang-orang yang merdeka,
dan bukan sikap mukmin yang sejati. Berapa lama engkau akan tinggal di
dunia ini ? Syahid adalah jauh lebih mulia … “
Abdullah bin Zubair yang ketika itu galau, saat pengikutnya satu-persatu
mulai meninggalkannya, langsung bangkit menyongsong panggilan mulia itu
tanpa sedikitpun keraguan hingga menemui syahid di jalan-Nya.
Itulah Asma, yang dalam usia yang sangat lanjut masih mampu memperlihatkan
kharismanya sebagai seorang muslimah sejati.
Asma binti Abu Bakar wafat pada usia yang ke 100, tahun 73 setelah
hijarah. Mudah-mudahan Allah selalu melapangkan tempatnya di hari akhir
kelak. #
Sumber: Manarul ‘Ilmi
 

Followers

Blogger Tricks

free counters