Jumat, 03 Desember 2010

Hijrah Yuk!



Hijrah koq ngajak2...? ya iyalah, kan biar rame, biar ada temen, biar ada ngingetin...! btw, apaan sih hijrah? apakah hijrah cuma ada pada zaman nabi aja? apakah saya yang biasa2 aja bisa ber-hijrah? yang pasti jawabannya adalah hijrah terjadi juga pada zaman kita dan siapapun kita dapat berhijrah!. Menjadi anak rohis sma negeri 23 pun salah satu bentuk hijrah.

Menyambut datangnya Tahun Baru Islam 1 Muharram 1432 H ada baiknya kita memaknai bersama makna perayaan Tahun Baru Islam tersebut. Oya, Tahun Baru Hijriyah diawali pas Rasulullah dan para Sahabatnya berhijrah ke Madinah.

Sepengetahuan kita semua, berapa kali sih terjadi peristiwa Hijrah itu pada Masa Kenabian Muhammad SAW? satu, dua atau tiga? Benar, Hijrah pada masa itu terjadi sebanyak tiga kali, yang pertama hijrah ke Habasyah (Rasulullah tidak ikut serta, hanya para Sahabat), yang kedua ke Thaif (Rasulullah dan asistennya saja, tanpa para sahabat) dan terakhir ke Madinah (Rasulullah dan para Sahabat). Kalau penasaran jawabannya, buka aja buku Shirah Nabawiyah ya, karangan Ramdhan Al-buthy, trus kalo belum punya, pinjam aja sama kakak2 alumninya.

Hijrah itu sama seperti moving atau bergerak atau berpindah. Shalawat dan Salam bagi Nabi kita, sosok yang teramat tangguh dalam berhijrah dan sangat istiqomah dengan hijrahnya. Sejujurnya, rasanya kita harus semakin bangga menjadi seorang muslim dan menampilkan keislaman kita. hal ini dapat kita lihat pada dasar dalam penanggalan hijriah atau Tahun Baru Islam, berbeda dengan sistem penanggalan Masehi yang kita pakai saat ini, dasarnya adalah kelahiran kristus atau Isa Al-Masih (Masehi), hanya saja semoga penanggalan hijriah dapat menjadi penanggalan dunia menggantikan penanggalan Masehi,,,amiin.

Pada momen yang sangat berharga ini, mari bersama kita berintrospeksi diri dan menjadikan momen hijrah ini sebagai langkah awal kita untuk berubah. Tahapan dalam hijrah itu ada 3, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu Iman, Hijrah dan Jihad. Kenapa kita harus beriman dulu sebelum berhijrah? apakah kita sudah beriman kepada Allah? atau kita baru berislam? semoga Allah beri kita kesempatan untuk menunjukkan kesungguhan kita beriman kepada-Nya, amiin. Setelah kita beriman, baru kita dapat berhijrah, hijrah atau metamorfosis (seperti rencana tema Tafakur Alam tahun 2010 ini), minadzdzulumati ilannuur, hijrah dari kondisi yang jahil kepada cahaya islam, hijrah dari keraguan kepada keyakinan, hijrah dari keputusasaan kepada semangat, hijrah dari sekedar berkata menjadi beramal atau action!, dan sebagainya. Setelah berhijrah Allah anjurkan kita juga untuk bersungguh-sungguh atau berjihad dengan hijrah kita tersebut. Hijrah tanpa kesungguhan atau keistiqomahan seperti orang main skipping, loncat ke atas dan balik ke titik semula, atau balik pada keadaan semula. Selayaknya hijrah seperti orang hiking, atau mendaki...tapi jangan mendaki gunung merapi atau bromo ya, karena statusnya masih siaga atau awas. Hijrah seperti climber, menjadikan pribadi kita untuk terus dan terus memperbaiki diri tanpa henti. Tidak peduli seberapa gagal kita berusaha untuk memperbaiki diri dihadapan Allah, namun saat kita terus bertahan dalam kesungguhan kita, saat itulah posisi hati kita kepada Allah senantiasa dalam keadaan terbaik. Wallahua'lam bisshawab.

Manis-Pahitnya Dakwah

Kamu jadi aktivis rohis? Berbahagialah, karena kamu udah peduli dengan nasib dirimu, dan juga kawanmu. Maklumlah, anak rohis kan identik banget dengan kegiatan keislaman. Bahkan jadi ciri khas bahwa anak rohis adalah anak-anak yang hobinya ‘nyeramahin’ anak lain. Tapi jangan salah lho, bukan berarti aktivitas itu tanpa risiko. Ada aja risiko yang kudu kamu tanggung. Bahkan mungkin kudu dibayar mahal. Bener. Maka jangan kaget kalo anak rohis, selain banyak temannya, juga nggak sedikit ‘musuh’nya.

Sobat muda muslim, sebenarnya aktivitas dakwah nggak dibebankan kepada anak-anak yang udah biasa ngetem di masjid aja. Anak-anak lain, asal dia muslim or muslimah, juga punya tanggung jawab yang sama untuk mengingatkan teman lain kalo berbuat maksiat. Pendek kata, kamu yang bukan anak rohis pun, punya juga kewajiban menyampaikan Islam kepada siapa saja. Itu artinya, dakwah emang bukan spesialis anak rohis aja. Semua orang bisa dan bahkan kudu bin wajib melakukan dakwah. Nggak dikavling-kavling tugasnya.

Kadang bagi sebagian remaja, mengingatkan teman yang berbuat maksiat gampang-gampang susah (atau susah-susah gampang kali yee..?). Yup, dua-duanya juga bener. Begini, dibilang gampang, emang gampang. Kita tinggal ngomong atau sekadar nulis apa yang kita nggak suka terhadap apa yang dilakukan sebagian teman-teman kita. Beres kan? Tapi kadang susah juga buat sebagian teman kita. Apa susahnya? Pas mau ngomong ngingetin teman, suka nggak enak, sungkan, dan seabreg kendala teknis lainnya. Nha lho, ati-ati tuh!

Kalo susah-susah gampang gimana? Begini, sebagian dari kita kadang susah banget untuk menjalani aktivitas ini. Masih ngukur-ngukur diri. Katanya sih, belum layak kalo harus ngingetin orang, sementara dirinya merasa masih belepotan dosa. Hmm… padahal, apa susahnya cuma ngingetin. Iya nggak? Lagian, dengan begitu kita jadi punya tanggung jawab moral. Sedikit demi sedikit bakalan tumbuh juga kan sikap ingin menyesuaikan dengan apa yang kita ucapkan. Betul? Yakin itu. Jadi ternyata gampang juga kan? He..he. udah deh, kita nggak usah ngeributan istilah gampang-gampang susah dan susah-susah gampang. Nyang penting jalanin aja deh aktivitas mulia ini.

Seperti sekarang nih, maksiat kian merajalela. Media massa cetak dan elektronik getol ikut membantu mensyiarkan kemaksiatan. Hasilnya? Kita semua dikepung dari berbagai arah penjuru angin. Nyaris nggak bisa bernafas. Semua media seperti seragam; memberi menu pornografi, kekerasan, dan juga seks. Kalo pun ada media Islam, ‘sinyal’nya nggak begitu kuat untuk mengalahkan dominasi bacaan dan tayangan yang mengabaikan aspek moral dan ajaran agama. Menyedihkan.

Itu sebabnya, peran kita dalam dakwah juga harus terus diaktifkan. Nggak kenal lelah, pantang menyerah. Maju terus pantang mundur. Nyalakan terus semangat di jiwa kita. Dakwah adalah jalan yang harus kita tempuh, apa pun risikonya. Sebab, tanpa dakwah, kemaksiatan ini makin membudaya dan orang yang bermaksiat kian merasa aman. Betul?
Aktivitas yang mulia
Islam adalah agama dakwah. Salah satu inti dari ajaran Islam memang perintah kepada umatnya untuk berdakwah, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah (tauhid) dengan hikmah (hujjah atau argumen). Kepedulian terhadap dakwah jugalah yang menjadi trademark seorang mukmin. Artinya, orang mukmin yang cuek bebek sama dakwah berarti bukan mukmin sejati. Bener, lho. Apa iya kamu tega kalo ada teman kamu yang berbuat maksiat kamu diemin aja?
Bahkan Allah memuji aktivitas mulia ini dalam firman-Nya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim" (QS Fushshilat [41]: 33)

Dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada umatnya untuk berdakwah. Seperti dalam firman-Nya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl [16]: 125)

Menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar merupakan identitas seorang muslim. Itu sebabnya, Islam begitu dinamis. Buktinya, mampu mencapai hingga sepertiga dunia. Itu artinya, hampir seluruh penghuni daratan di dunia ini pernah hidup bersama Islam. Kamu tahu, ketika kita belajar ilmu bumi, disebutkan bahwa dunia ini terdiri dari sepertiga daratan dan dua pertiga lautan. Wah, hebat juga ya para pendahulu kita? Betul, sebab mereka memiliki semangat yang tinggi untuk menegakkan kalimat “tauhid” di bumi ini. Sesuai dengan seruan Allah: “Dan perangilah mereka itu, hingga tidak ada fitnah lagi dan (hingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” (al-Baqarah [2]: 193)

Kini, di jaman yang udah jauh berubah ketimbang di “jaman onta”, arus informasi makin sulit dikontrol. Internet, misalnya, telah mampu memberikan nuansa budaya baru. Kecepatan informasi yang disampaikannya ibarat pisau bermata dua. Bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Celakanya, ternyata kita kudu ngurut dada lama-lama, bahwa kenyataan yang harus kita hadapi dan rasakan adalah lunturnya nilai-nilai ajaran Islam kita. Tentu ini akibat informasi rusak yang telah meracuni pikiran dan perasaan kita. Utamanya remaja Muslim. Kita bisa saksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa banyak teman remaja yang tergoda dengan beragam rayuan maut peradaban rusak itu; seks bebas, narkoba, dan beragam kriminalitas. Walhasil, amburadul deh!

Sobat muda muslim, Islam membutuhkan tenaga, harta, dan bahkan nyawa kita untuk menegakkan agama Allah ini. Dengan aktivitas dakwah yang kita lakukan, maka kerusakan yang tengah berlangsung ini masih mungkin untuk dihentikan, bahkan kita mampu untuk membangun kembali dan mengokohkannya. Tentu, semua ini bergantung kepada partisipasi kita dalam dakwah ini.

Coba, apa kamu nggak risih dengan maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja? Apa kamu nggak merasa was-was dengan tingkat kriminalitas pelajar yang makin meroket? Apa kamu nggak kesel ngeliat tingkah remaja yang hidupnya nggak dilandasi dengan ajaran Islam? Seharusnya masalah-masalah model beginilah yang menjadi persoalan kita siang dan malam. Beban yang seharusnya bisa mengambil jatah porsi makan kita, beban yang seharusnya menggerogoti waktu istirahat kita, dan beban yang senantiasa membuat pikiran dan perasaan kita nggak tenang kalo belum berbuat untuk menyadarkan mereka.

Itu sebabnya, kita kudu melakukan aktivitas mulia ini, sebagai bukti kasih sayang kita kepada saudara yang lain. Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya.

Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)

Untuk ke arah sana, tentu membutuhkan kerjasama yang solid di antara kita. Sebab, kita menyadari bahwa kita bukanlah Superman atawa Rambo yang bisa melakukan aksi menumpas kejahatan hanya dengan seorang diri. Kalo kita ingin cepat membereskan berbagai persoalan tentu butuh kerjasama yang apik, solid dan fokus pada masalah. Pemikiran dan perasaan di antara kita kudu disatukan dengan ikatan akidah Islam yang lurus dan benar. Kita harus satu persepsi, bahwa Islam harus tegak di muka bumi ini. Kita harus memiliki cita-cita, bahwa Islam harus menjadi nomor satu di dunia untuk mengalahkan segala bentuk kekufuran. Itulah di antaranya kenapa kita wajib berdakwah.
Subur dengan cobaan
Sobat muda muslim, aktivitas mulia ini ternyata kudu berhadapan dengan segala risiko. Risiko yang nggak jarang bikin kita sebagian dari kita berguguran di tengah jalan. Nggak kuat nahan bebannya. Itu sebabnya, kesabaran dan keimanan yang mantep sangat dibutuhkan dalam mengarungi medan dakwah ini. Para pendahulu kita juga pernah mengalami hal demikian. Allah Swt. mengabadikannya dalam al-Quran: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS al-Baqarah [2]: 214)

Coba, gimana menderitanya Amar bin Yasir yang disiksa oleh para pembesar Quraisy ketika awal-awal Islam berkembang di kota Mekkah. Nggak hanya itu, beliau harus rela menyaksikan kedua ortunya gugur sebagai syuhada di depan mata kepalanya sendiri. Kita juga bisa meneladani bagaimana pula pengorbanan Bilal bin Rabbah yang rela dijemur di siang hari yang panas dan tubuhnya ditindih batu, sementara pasir di bawahnya terasa membakar kulitnya. Tapi, subhanallah, Bilal sanggup melewatinya dengan kesabaran dan keimanan yang tetap menancap di hatinya.

Boleh dibilang, di balik manisnya aktivitas dakwah, ternyata menyimpan rasa pahit yang amat sangat. Tapi ini sebuah pilihan. Dan setiap pilihan ada risikonya. Rasulullah saw. pun pernah berkata kepada pamannya, pada saat ia meminta beliau untuk mengurangi kegiatan dakwahnya,: “(Paman), demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan (dakwah) ini, aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan agama ini atau aku hancur karenanya.” (dalam Sirah Ibnu Hisyam)

Kontan aja berbagai penyiksaan dialami para sahabatnya. Pembesar Quraisy sendiri bahkan sempat akan membunuh Muhammad. Berat juga emang. Ya, begitulah, menyampaikan kebenaran Islam kepada mereka yang mulai pudar dengan Islamnya, apalagi yang membenci Islam, akan ada aja gesekannya. Maklumlah, seperti kata pepatah “bagi mereka yang sudah terbiasa dengan kegelapan, cahaya terang memang menyilaukan”. Pantes aja kalo kita ngasih tahu sama mereka yang masih doyan maksiat, suka reaktif. Langsung kaget dan mungkin menyerang kita, dari yang sekadar umpatan sampe pukulan.

Padahal, maksud kita juga adalah menolongnya. Sekadar mengingatkannya. Dan itu bukan berarti kita udah benar en suci. Sangat boleh jadi kita juga masih perlu belajar banyak. Ya, kita sama-sama aja jalan ke arah kebaikan. Kata Kahlil Gibran, “Engkau buta, sedangkan aku bisu tuli. Jadi mari berpegangan agar mengerti” Tul nggak?

Kesabaran dan istiqomah juga harus dimiliki setiap pegiat dakwah. Bahkan itu akan menjadi penghibur kita di kala sedih. Biarlah sekarang kita dbilangin sok tahu, mau menang sendiri, sok suci, tukang kritik orang, fanatik, fundamentalis. Meski semua itu juga nggak benar, cuma anggapan mereka yang nggak suka aja sama aktivitas dakwah. Kita nggak gentar, karena Allah menjanjikan kenikmatan dalam bentuk lain. Firman Allah Swt.:“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS Fushilat [41]: 30)

Oke deh, nyalakan terus semangatmu untuk berdakwah. Apa pun yang bakal terjadi. Ini pilihan hidup kita. Jalan yang insya Allah bisa mengantarkan kebangkitan Islam dan umatnya. Tetep semangat sobat!?

Ikhwan harus BERANI...!!

Tayangan televisi yang menguji keberanian kian menjamur menghibur pemirsa. Reality show ‘Tantangan', ‘Berani Donk', ‘Nekatz', atau ‘Fear Factor' begitu menarik perha-tian. Buktinya antusias masyarakat untuk ikut ambil bagian membludak. Udah ditonton banyak orang, diliput, dapet duit lagi. Meski tantangan-nya agak-agak gokil tetep aja sang kontestan yang didominasi cowok pantang mundur. Disuruh makan cacing, dibotakin kepalanya, atau berjalan di atas seutas tali yang meng-hubungkan dua gedung bertingkat juga nggak masalah. Hmm…bidikan produser acara emang tepat. Siapa yang nggak mau nunjukkin keberaniannya. Apalagi remaja cowok. Bener?

Sebagai cowok pasti mokal (baca: malu) dong kalo dikatain chicken alias penakut. Masa' mau disamain ama Scooby Doo en Shaggy . Makanya banyak remaja cowok yang berusaha nunjukkin kalo doi pemberani dan suka tan-tangan. Apalagi pas lagi ada demenannya. Udah deh, lagaknya bak pahlawan bertopeng pembela kebenaran. Nggak cuma di mulut bilang berani, mereka juga unjuk gigi (Mandra kaleee…).

Ada yang doyan kebut-kebutan motor atau mobil di jalanan. Berisiko tinggi dan dijamin nggak malu-maluin kalo balapan ama bajaj Bajuri. Ada yang berlaga jadi bad boy alias co-wok badung. Dandanan sekenanya dengan rambut acak-acakan, baju untouchable by water (nggak pernah dicuci) selama seminggu, plus tindikan anting di hidung dan kuping.

Hobinya juga bolos, berantem, tawuran, sampe nge- drugs . Ada juga yang hobinya hiking, camping, atau travelling dengan modal seadanya. Ikat kepala, sandal jepit, serta tas ransel yang dihiasi cerek atau panci. Biar lebih menantang mereka berjalan kaki. Meski kadang-kadang nebeng di mobil bak terbuka atau truk yang berhasil mereka boikot di tengah jalan. Nestapa banget deh keliatannya. Persis kayak peserta training hidup sengsara . Hihihi…..(emang ada?)

BTW, ternyata nggak semua cowok pem-berani, macho, atau maskulin. Ada juga lho yang kadar keberaniannya masih di bawah 4,0 meski udah dikonversi (emangnya nilai UAN?). Nggak berani terima tantangan, apalagi sampe adu fisik. Malah cenderung cantik dan feminin. Body boleh atletis, tapi wajahnya itu seram alias sen-yum ramah. Perilaku dan tutur bahasanya luwes binti kemayu. Gayanya malah gagah gemulai. Bawaannya juga nggak jauh dari tas tangan, kipas, plus kosmetik. Sebangsanya ‘Somad' dalam ‘Cintaku di Rumah Susun' gitu deh.

Selain kedua tipe di atas, ada juga cowok yang biasa. Banyak malah. Biasa berantem, biasa kebut-kebutan, biasa tampil cantik, biasa ngegosip dll. Hehehe…becanda dink. Maksudnya cewek banget juga nggak, tapi doi kagak berani nerima tantangan. Datar-datar aja hidupnya. Kayak kubangan air diselokan yang mampet. Seolah nggak ada keinginan untuk selangkah lebih maju atau menggali potensi diri. Cowok kayak gini yang patut dipaksa jadi peserta Fear Factor atau boleh juga ngikut acara “Tan-tangan” . Betul ? Betuuuul...! Makasih. Hehehe..

Berani terima tantangan

Sobat muda muslim, tantangan (bukan acara TV lho) udah jadi bagian yang terpisahkan dalam hidup kita (ciee… berlagak jadi pujangga nih ceritanya). Sama nasibnya dengan oksigen yang tiap hari kita hirup. Tiap orang pasti punya masalah dan tantangan yang kudu diatasi. Kalo ada yang sok bilang nggak punya masalah, itu berarti masalah buat dia. Tapi bukan berarti kita nyari masalah. Bisa urusan ama aparat entar. Berabe dong.

Maksudnya, tanpa kesulitan, kita nggak akan mengenal kenikmatan, apalagi menikmatinya. Nikmatnya sembuh pasti karena kita pernah merasakan nggak enaknya sakit yang serba kesulitan. Setiap rintangan yang berhasil diatasi, bakal bikin kita lebih kuat. Punya pengalaman biar nggak terulang. Setiap tantangan yang dilewati, mengizinkan kita untuk tersenyum bahagia. Tantangan juga bikin hidup lebih dinamis dengan turut membantu menggali potensi diri kita. Coba bayangin, betapa garing hidup kita jika segala sesuatu yang kita inginkan gampang banget didapetin (emangnya kantung ajaib Doraemon?)

Itu sebabnya, udah sepatutnya kita tumbuhkan sikap berani. Berani hadapi tantangan hidup dan segala risiko dari keputusan yang diambil. Kita nggak perlu ngabisin tenaga buat lari dari masalah. Kecuali jika kita nggak tengsin dibilang pecundang sejati. Karena masalah menghampiri kita untuk diatasi, bukan dihindari.

Tapi perlu hati-hati, jangan sampe keliru. Sikap berani laen ama nekatz (pake ‘z' biar sangar). Jelas banget bedanya. Kalo berani, biasanya sudah diperhitungkan dan penuh perencanaan. Kita udah punya bekal buat ngadepin segala risiko yang bakal terjadi. Tapi kalo nekatz cenderung sembrono. Bisa dibilang nggak ada perencanaan. Apalagi persiapan untuk ngadepin kejadian-kejadian berikutnya. Bisa kacau-balau deh urusannya.

Terutama buat remaja cowok, sifat berani tanpa dibumbui nekat seperti yang udah diuraikan di atas nggak boleh lepas dari dirinya. Wajib nempel kayak perangko. Kalo perlu pake BB Harum Sari. Soalnya kelak banyak tanggung jawab yang mangkal di pundak mereka. Kalo udah waktunya, kita bakal jadi kepala keluarga boo. Untuk saat ini, kita bisa ambil bagian dalam melin-dungi keluarga, adik, kakak, atau ibu. Minimal jadi pemain ca-dangan buat ayah kalo se-waktu-waktu beliau cedera atau terkena kartu merah. Maka-nya dari sekarang, asah deh tuh sikap anticengeng dan pan-tang menyerah. Biar pantas menyan-dang julukan pejantan tangguh. Yoi nggak Coy?

Dalam dakwah pun kita berani

Sebagai muslim, pasti julukan pejantan tangguh itu akan sejajar dengan paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib, pemimpin para syuhada. Kok bisa? Kenapa nggak, kita kudu berani terjun ke dunia dakwah dan meneladani beliau. Berani mengatakan terikat dengan aturan Allah dalam setiap perbuatan itu wajib dan sekularisme itu haram. Meski ada sebagian masyarakat atau penguasa yang merasa risih dengan pendapat ini. Pokoknya tetep maju pantang ngacir.

Terjun ke dunia dakwah belom komplit tanpa dilengkapi keberanian menghadapi risiko dakwah. Sebab di sana banyak berkeliaran tantangan yang acapkali bisa melemahkan semangat dakwah kita. Ngadepin omongan orang yang sinis, mencemooh, sampe yang tega menyerang secara fisik. Makanya kita juga kudu siap pasang badan. Kalo perlu ikut bela diri semacam capoera yang lagi digandrungi remaja. Tapi nggak usah kuatir. Risiko apa pun yang menghadang kita dalam dakwah itu akan menjadi penolong kita untuk dapetin ridho Allah. Setiap harta, tenaga, pikiran, dan waktu yang dikorbankan akan bernilai guede buanget di hadapan Allah. Mau dong?

Sobat muda muslim, kudu digaris bawahi plus dipertebal pake stabilo, dakwah nggak ada hubungannya dengan mendekatnya ajal, seretnya rizki, atau menjauhnya jodoh. Yang ada justru Allah akan memudahkan jalannya menuju surga, meluaskan rizkinya, dan menjanjikan pasangan hidup yang baik plus bertakwa bagi orang-orang yang selalu berusaha terikat dengan aturan-Nya. Pengemban dakwah yang istiqomah masuk dalam kategori ini. Catet tuh!

Allah swt. Befirman: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami ialah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): 'Jangan-lah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalam-nya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.” (QS al-Fushilat [41]: 30-31)

Jadi pemberani sejati

Sobat muda muslim, pernah denger sahabat Rasulullah saw. yang bernama Abdullah bin Rawahah? Kalo belum, kamu wajib tahu. Soalnya dialah sosok pemberani yang mengobarkan se-mangat 3000 pasukan kaum muslimin yang mulai ketar-ketir ngadepin 200.000 pasukan ga-bungan Romawi pada saat perang Mu'tah.

Beliau bilang: “ Wahai kaum Muslimin, sesung-guhnya yang hendak kalian hindari (perang ini) justru adalah jalan mencari sya-hadah (mati syahid), kita tidak memerangi manusia dengan jumlah personil, juga tidak memerangi mereka dengan kekuatan dan banyaknya pasukan yang kita miliki, kita tidak memerangi mereka melainkan dengan agama yang dengannya Allah telah memuliakan kita. Maka berangkatlah, sesungguhnya hasil dari perang ini hanyalah satu di antara dua kebaikan. Menang atau mati syahid!” (Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an- Nihayah , Juz III/428)

Dalam hal pengorbanan kepentingan pribadi demi Allah, kita bisa mencontoh figur Sa'di bin Amir yang diprotes sang istri karena besarnya infaq yang dikeluarkannya di jalan Allah. beliau berkata: “Ketahuilah bahwa di dalam surga banyak terdapat bidadari yang cantik-cantik selain keindahan-keindahan yang mengagumkan, yang jika satu saja di antara mereka menampakkan wajahnya di muka bumi, niscaya akan menerangi semua yang ada. Sungguh kekuatan cahayanya sama dengan kekuatan cahaya matahari yang digabungkan dengan bulan sekaligus. Maka mengorbankan dirimu untuk mendapatkan mereka tentu lebih wajar dan lebih utama daripada aku mengor-bankan mereka demi dirimu.”

Nah sobat, keberanian yang ditunjukkan Abdullah bin Rawahah atau Sa'di bin Amir cuma sebagian aja dari banyaknya kisah keberanian para sahabat. Kita dan mereka sama-sama muslim. Karena itu kita juga bisa seperti mereka. Untuk itu, berikut kita kasih beberapa tips yang mungkin bisa membantu menum-buhkan keberanian sejati dalam diri kita:

(a). Pelajari makna hidup ini (untuk apa kita hidup). Buat kita, tentu tujuan hidup udah jelas. Hidup mulia, wafat masuk syurga. Ini bisa didapetin kalo memahami Islam ideologis. Sudah terbukti, sudah teruji, bikin orang jadi berani.

(b). Anggap yang lain sama seperti kita, meski tetap hormati dan hargai kelebihan masing-masing. Jadi nggak ngeper duluan lihat orang lain. Karena sama-sama makhluk ciptaan Allah yang lemah. Bedanya, Allah Maha Kuasa akan selalu bersama kita saat kita berani istiqomah dengan aturan-Nya.

(c). Percaya diri. Ini penting banget. Karena Allah nggak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan kita sebagai manusia. Karena itu kita yakin pasti bisa menjadi pengemban dakwah yang istiqomah.

(d). Jalan yang kita tempuh adalah kebenaran. Iya dong. Masa masih ragu dengan aturan Allah yang benar, mulia, dan sempurna?

(e). Sering membaca biografi orang yang terkenal berani. Jangan sampe kelewat. Biar bisa jadi motivasi sekaligus meneguhkan keyakinan kalo istiqomah itu bukan impian, tapi kenyataan yang bisa diusahakan dan diwujudkan.
Oke deh sobat, semoga tips di atas bisa banyak membantu. Buat semuanya, mari kita bangkit menghadapi tantangan pahit. Agar hidup kita terasa manis. Buat remaja cowok, tanamkan dalam diri kita prinsip, “berani karena benar.” Bukan karena dibayar. Ini baru pejantan tangguh nan syar'i . Tetep berani dan istiqomah! Allahu Akbar!

http://rohis.org/ written by ASM
 

Followers

Blogger Tricks

free counters