Kubiarkan berbagai komentar itu menghantui hari-hariku, memenuhi relung jiwa nan kian mendesah payah karena rasa psrah atas kehendak yang Maha perkasa.
Mengiring langkah penuh pasti menggapai keingingan dan keyakinan yang kian membumbung.
”Antum tu kebanyakan yang diemban, coba konsen pada kepentingan sendiri…”
Terus dan terus kubiarkan masukan itu masuk ke telinga memenuhi gendang telinga dan diolah oleh tulang-tulang pendengaranku, namun tak sekalipun kuijinkan ia menembus otak melampaui hati untuk menjadi sebuah ungkapan kekecewaan. Sama sekali aku tak perkenankan.
Inilah jalanku…………….
Aku sedemikian bahagia melaluinya, menjalani hari demi hari dengan kelelahan yang kian bertambah. Tapi……………justru dengan kelelahan itulah semangatku masih tetap ada. Dengan jalan ini pula aku memiliki harapan yang banyak demi masa depanku, demi sebuah keyakinan akan pertolongan Allah dan demi sebuah imbalan luar biasa untuk bisa berkumpul dengan para syuhada. Sungguh, ini belum apa-apa dan belum seberapa dibandingkan apa yang telah dilakukan dan diberikan para sahabat kepada dan untuk islam. Apa yang aku pilih untuk aku tunaikan sebagai kewajibanku bukanlah suatu karya besar jika dibandingkan karya-karya para sahabat yang dijamin syurga untuknya tersebut.
Inilah jalanku……………..
Yang kuharap mampu mengantarkan langkah kakiku menuju singgasana keridhoanNYA, menatap wajahNYA tanpa hijab. Supaya diberiNYA aku kesempatan berkumpul dan bersilaturahim bersama sahabat, syuhada para anbiya dan kekasih-kekasihNYA tercinta. Sebagian di antara mereka berucap ”Apa dengan mengorbankan study sebegitunya? Menghabiskan waktu untuk amanah dakwah yang tak kunjung mereda? Sampai kapan akan begitu terus?” kata mereka. Bagaimanapun juga aku menghargai kepedulian mereka kepadaku dengan mengingatkan aku, tapi inilah jalanku……………..jalan dakwah yang kupilih untuk mendampingi perjalanan hidupku yang tidak jauh lebih berharga dibanding hari sesudah kematianku.
Pada dasarnya banyak pilihan bagiku………….
Bila aku mau, aku bisa memilih untuk meninggalkan sama sekali amanahku di luar yang tidak hanya satu untuk hanya menekuni kuliahku. Bisa saja aku menghabiskan waktuku 24 jam di perpustakaan untuk menelan sekian banyak buku menjadi bagian dari kesuksesan studyku, menjadi seorang yang berkutat dengan program-program komputer. Tak sulit bila aku ingin memilih undur diri dari wajihah ini dan itu untuk berkonsentrasi penuh dengan studyku. Sungguh, itu adalah satu pilihan yang ada di depan mataku.
Namun aku meyakini…………….
Bahwa ketika Allah memberikanku nilai D yang artinya tidak lulus maka Allah sedang mengujiku karena aku dianggap mampu menghadapi ujian itu. Pun ketika Allah menjadikan satu dari sekian banyak mata kuliahku bernilai E dan lantaran itu aku menjadi harus memperpanjang masa kuliahku satu tahun lagi, maka aku tancapkan dalam hatiku bahwa itu semata-mata bukan karena amanahku di dalam dakwah, tapi hanya karena IA ingin menguji aku dan dianggap aku mampu. ”Bisa jadi antum disuruh Allah menuntaskan amanah yang belum kelar” begitu ungkap satu orang ikhwah dekatku.
Aku menghargai mereka………..
Yang memilih menghilang dari peredaran dakwah lantaran kesibukannya di dakwah semester lalu telah menyita waktunya sehingga tidak sempat belajar lagi (versi dia). Dengan hanya berkonsentrasi belajar ia berharap bisa lulus segera dan ”NANTILAH” bila sudah lulus saya akan berkontribusi di dakwah. Yah………….itu adalah pilihannya dan aku menghargainya, tapi tidak begitu dengan aku. Karena aku berfikir bisa jadi usiaku tidak menyampaikanku pada kesuksesan cita yang kuinginkan, lantas dengan alasan apa aku menunda kontribusiku demi menunggu waktu aku menggapai cita-cita studyku? Sungguh tak ada alasan bagiku.
”Jangan menjadi lilin? Apa dengan mengorbankan kepentingan sendiri begitu?”
Aku berpikir memang dengan ungkapan itu, jangan-jangan aku memang telah menjadi lilin yang berusaha menerangi orang lain tapi aku leleh perlaham. Tapi, kembali kesadaranku berbicara bahwa ungkapan itu jangan-jangan juga hanya sebagai alasan keMANJAanku saja. Bukankah Abu Bakar menyumbangkan seluruh hartanya untuk jihad dan hanya meninggalkan Allah dan RasulNYA untuk keluarhanya? Apakah itu kita bilang sebagai mengorbankan kepentingan sendiri? Apakah Abu Bakar kita sebut sebagai lilin?? Tidak bukan????Sedemikian besar yang para sahabat korbankan dan tak satupun yang ditegur rasul lantaran alasan ”Kamu jangan mengorbankan dirimu” tidak…………sama sekali tidak. Nah…..kita?? sedikit-sedikit kita bilang, ”jangan terlalu berkorban sebegitunya”……………kok bisa gitu lho!!! Aku merasa malu sendiri dengan ungkapan itu. Sebuah upaya mencari pembenaran agar bisa bermanja dan tidak terlalu banyak berkorban. Naudzubillah!!! (Afwan ini pandangan subyektif saya)
Inilah jalan yang kupilih…………
Dengan jalan ini pula semangat di otakku masih bisa disetting untuk terus bersemangat. Dengannya pula kakiku mampu melangkah ke tempat-tempat yang secara logika aku enggan menggapainya lantaran jauh dan susah. Dengan jalan ini pula aku mampu bergaul dan tersenyum kepada banyak orang karena mengharap mereka menjadi bagian dari penghuni syurga. Dengan jalan ini pula aku mampu memberikan banyak penjelasan ketika orang tuaku memaksakan sesuatu. Sungguh…..di jalan ini pula aku banyak belajar menjadi seorang yang tangguh, tsabat serta sabar menghadapi berbagai karakter yang secara nalar aku sudah tak bisa menghadapinya.
Inilah jalanku………….
Dan tak kan kubiarkan siapapun mengecoh langkahku dari jalan ini.
TULISAN INI SAYA DAPATKAN DARI BINCANG_BINCANG SAYA DENGAN SEORANG AKTIVIS. DENGAN MENULISKANNYA SAYA BRHARAP MEMILIKI KEYAKINAN SEBAGAIMANA YANG IA UNGKAPKAN (Seperti yang saya tuliskan; keyakinan tentang jalan yang ia pilih)
oleh : muliaok
source : kammi.or.id dengan beberapa perubahan pada redaksi
0 Responses to “Inilah Jalanku……..”
Posting Komentar