Senin, 22 November 2010

A L U M N I

Berbagi cerita tentang rohis sma negeri 23, atau biasa kita singkat rohis 23, yang begitu teringat dibenak kita adalah para alumninya, betapa kehadiran dan kontribusi mereka sangat dirindukan. Mungkin belum begitu terasa saat ini bagi yang sekarang masih menikmati waktu sekolah, tapi bagi para pengurus rohis alumni adalah sumber kekuatan kami dalam bergerak, kehadiran mereka begitu dirindukan. Pun bagi kami saat ini yang telah menjadi alumni, kerinduan kami pada para alumni-alumni sebelum kami yang dahulu membentuk “karakter” kami begitu kuat. Ruh-ruh kami begitu merindukannya dari kejauhan ruang dan keterbatasan waktu.

Terasa hambar rasanya sebuah kegiatan yang rohis angkatkan, tanpa kehadiran alumni. Ketika salah seorang alumni yang berkesempatan hadir mengikuti sebuah acara rohis, yang ditanyakan pertama kali oleh anak-anak rohis adalah “alumni yang lain mana kak?” kemudian percakapan menjadi hening sejenak, karena sang alumni tidak tahu harus menjawab apa?

Dalam sebuah kesempatan saat kami bersilaturrahim ke rumah salah seorang alumni, kami bercerita banyak tentang kondisi rohis hari ini dan kondisi rohis kemarin, suka dan duka bercampur dalam percakapan kami. Diskusi yang cukup singkat, namun menghasilkan satu pesan singkat yang padat, betapa kami para alumni pun begitu merindukan momen-momen dan kebersamaan seperti dahulu.

Kami lupa dengan betapa jenuhnya kami dahulu menghadiri rapat-rapat sepulang sekolah atau rapat diluar waktu sekolah. Rapat persiapan Tafakur Alamlah, rapat Hari Besar Islam lah, rapat inilah, dan rapat itulah, walaupun saat rapat itu ada alumni juga. Namun kami tidak akan pernah lupa, saat kami bersama para alumni, mendaki ketinggian curug untuk merasakan segarnya air terjun! Bersama para alumni rapat di penghujung malam di lokasi Tafakur Alam untuk mempersiapkan acara Tafakur Maut, acara Riyadhoh, atau games. Bersama para alumni yang tidak pernah malu menangis di samping kiri dan kanan kami saat bermuhasabah bersama kami selepas qiyamullail. Kami tidak akan pernah lupa saat kami makan bersama para alumni dalam satu talam/nampan, menikmati hidangan yang telah dipersiapkan oleh para pengurus rohis dalam sebuah acara.

Singkat memang masa-masa SMA yang kita rasakan, hanya tiga tahun, tapi kalo ada yang lebih cepat dari tiga tahun ataupun lebih lambat dari dua tahun, pasti itu murid-murid “ruarr biasa!”. Tiga tahun berlalu setelah melewati masa SMA, kali ini kami merasakan jadi alumni. Jujur, tiga tahun berlalu ataupun lebih dari itu, mungkin di benak sebagian para alumni rohis, kenangan semasa SMA yang begitu kuat adalah kenangan selama mengikuti kegiatan rohis ketimbang kenangan-kenangan lainnya.

Mengikuti kegiatan rohis, emosi kami terlibat, karena kami begitu menikmati setiap kegiatan-kegiatan yang diangkatkan, melewati banyak rintangan bersama, sehingga kami begitu mengingatnya. Entah kenapa walupun sebagian kita pernah menjadi duta yang diutus sekolah untuk mengikuti sebuah lomba atau kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh lembaga atau institusi pendidikan lainnya, kami tidak begitu ingin mengingatnya, walaupun saat itu kami pernah memiliki perasaan bangga. Bangga karena umumnya yang diutus untuk lomba-lomba dan seminar adalah anak rohis! Itu aja!.
Menjadi alumni yang mau berkontribusi dengan da’wah sekolah adalah pilihan. Kenapa pilihan, karena tidak dipaksakan, karena jika tidak mau berkontribusi juga tidak berdosa. Adalah pilihan kita sebagai alumni untuk hanya memantau maju mundurnya da’wah sekolah ini “dari jauh” atau “dari dekat”. Adalah pilihan kita sebagai alumni untuk “hanya melihat” segelintir alumni lainnya yang turun dalam da’wah sekolah, atau ikut terlibat. Karena jika kita tidak dapat berkontribusi dalam da’wah sekolah, toh kita sering berhusnudzon pada diri kita sendiri bahwa “pasti ada alumni lain yang turun ke sekolah.

Hukumnya berkontribusi dalam da’wah sekolah bisa dibilang “fardhu kifayah” seperti kita menshalatkan jenazah. Seperti itukah...? Jika sudah ada sebagian yang mengerjakannya, maka yang lain tidak berdosa jika tidak mengerjakannya...! seperti itukah? Dan betapa sudah zalimnya kita terhadap saudara-saudara kita yang lain.
Jika dimisalkan hanya ada dua orang alumni yang turun untuk berkontribusi da’wah sekolah, misalnya seperti Ka Tuti dan Ka Rio, atau Ka Syarif dan Ka Amir, atau Ka Tia dan Ka Antika, atau Ka Mutia dan Ka Fatimah, atau Ka Parlin dan Ka Junaedi? apakah artinya keberadaan mereka sudah merepresentasikan kontribusi-kontribusi alumni yang lainnya? Dua orang itu, mereka membina anak-anak rohis setiap pekannya, mengisi acara mentoring anak-anak rohis, mereka juga mengupayakan untuk menghadiri acara rohis setiap hari jum’at, seperti mengisi acara keputrian ataupun shalat jum’at, mereka juga menemani anak-anak rohis dalam membimbing dan mengarahkan pengurus rohis saat rapat-rapat kecil mereka mempersiapkan acara, mereka juga harus mengalokasikan waktu untuk rapat-rapat “langit” mengenai evaluasi kondisi dan acara rohis dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun. Singkatnya segelintir alumni yang dapat terjun dalam da’wah sekolah, maka segelintir itu pula yang harus memikirkan agenda-agenda rohis, menjalankan agenda rohis, mengevaluasi, dan memikirkan langkah-langkah strategis selanjutnya.

Jika rohis hari ini sedang “sakit”, maka tolong bantu kami melakukan general check-up, seberapapun mahal biayanya! Tolong periksa kesehatan secara menyeluruh bagian organ tubuh rohis agar dapat diketahui dimana saja sumber penyakitnya, jika dimisalkan rohis itu seperti organ tubuh, maka periksa bagian-bagian mana dari tubuh rohis yang tidak berfungsi dengan baik. Sebagai sebuah organisasi, bagian-bagian organ tubuh rohis adalah para stakeholdernya, mulai dari pengurus rohis, anggota rohis, para alumni dan pembina rohisnya. Bagaimanakah keadaan tubuh alumninya? Sakitkah? Bagaimanakah keadaan para pengurus rohisnya? Berjalan sendiri kah? Bagaimana keadaan pembina rohisnya? Benar-benar membina kah? Atau malah membinasakan!, bagaimanakah keadaan rumah tangga rohis??? Ada begitu banyak yang kurang sehat?. Jika diibaratkan rohis seperti pasien yang ingin sembuh, maka ada banyak tes-tes kesehatan yang harus dijalankan, dan sejumlah obat-obatan yang harus diminum agar cepat sembuh. Jauh sebelum kesembuhan itu hadir, maka harus di tanamkan keyakinan bahwa “mencegah lebih baik dari pada mengobati,” agar kelak tidak jatuh kembali di lubang yang sama.

Selepas SMA, alumni menjadi murid baru. Murid baru di kampusnya bagi yang berkesempatan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, atau murid baru di dunia kerjanya. Ingin rasanya melakukan sebuah penelitian seperti orang-orang kuliahan sana, meneliti kenapa para alumni memiliki keterbatasan waktu, keterbatasan finansial, keterbatasan kehadiran, dan keterbatasan lainnya untuk membantu kami, adik-adiknya di rohis sma negeri 23.

Alumni yang belum bekerja atau belum kuliah, atau masih menganggur, entah kenapa mereka memiliki keseganan tersendiri untuk turun melihat semangat da’wahnya adik2 kita di rohis 23. Setelah bekerja mereka disibukkan dengan pekerjaannya, sehingga belum ketemu juga waktu yang tepat untuk turun ke 23. Setelah kuliah mereka disibukkan dengan padatnya jadwal kuliah dan organisasi mereka di kampus, atau disibukkan dengan Tugas Akhir, sehingga lagi-lagi memang waktu untuk turun ke rohis 23 harus dikorbankan. Setelah lulus kuliah, mereka bekerja, dan kemudian berkeluarga, maka kesibukan alumni menjadi plus-plus-plus, maka waktu untuk turun ke 23 juga belum ada. Jadi, ya mantau da’wah 23 dari jauh aja deh! Ucap beberapa alumni. Atau beberapa orang alumni yang malu untuk turun berkontribusi di rohis 23, karena mereka merasa kurang percaya diri dan karena rasanya tidak ada yang dapat mereka berikan untuk adik-adik mereka di rohis 23. Hmmmm...! padahal hadirnya mereka ke 23 saja disetiap mereka ada kesempatan adalah suplemen bagi alumni lainnya atau bagi adik-adik di rohis. Entah siapa yang salah, kesibukan alumni yang padatkah, atau adik-adik kita di rohis kah...?

Untuk beberapa orang alumni yang telah menginisiasi atau merintis wadah bagi para alumni agar dapat berkontribusi bagi da’wah sekolah secara lebih teratur dan terarah, sungguh kami para alumni mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi. Adanya wadah FIKRA atau Forum Silaturrahim dan Ukhuwah Rohis Alumni SMAN 23 Jakarta (http://fikra-rohis23.blogspot.com) sungguh sangat bermanfaat, semoga dapat diberdayakan dan dikelola menjadi lebih baik.

Untuk segelintir alumni telah mengorbankan waktu, pikiran, dana, kesehatan, emosi, ruhiyah, dan sebagainya, semoga pengorbanan kalian menjadi amal terbaik (ahsanu ‘amala) yang memperberat timbangan kebaikan kita dihari akhir kelak. Mungkin pengorbanan kita yang sudah “habis-habisan” rasanya tidak dihargai oleh alumni yang lain,,,mungkin belum dirasakan perannya, atau mungkin belum dirasakan effect-nya,,,mungkin loh! Sungguh wajar jika segelintir alumni itu berkeluh kesah pada batas tertentu dan menjadikan dinding fb sebagai tembok ratapan...wajar saja! Namun di kedalaman hati, mereka punya doa-doa yang dalam, doa-doa yang optimis, doa-doa membuat wajah mereka menenggakkan kepala, bahwa suatu hari kelak perjuangan mereka akan menjadikan generasi-genari selanjutnya yang lebih kuat.

0 Responses to “A L U M N I”

Posting Komentar

 

Followers

Blogger Tricks

free counters